klikkiri.co – Tahun 2003 merupakan awal nama Nurdin Halid dikenal luas oleh publik sepak bola Indonesia.
Ketika mencalonkan diri menjadi ketua umum PSSI untuk periode 2003-2007 dan terpilih menggantikan Agum Gumelar.
Pria asal Sulawesi Selatan ini pun mencatat sejarah sebagai orang pertama dari kalangan sipil yang terpilih menjadi ketua umum PSSI
Ia menetapkan standarisasi klub profesional seturut panduan dan syarat-syarat yang ditetapkan Konfederasi Sepakbola Asia (AFC) dan FIFA.
Untuk mengawal misi besar itu, Nurdin Halid membentuk Badan Liga Indonesia (BLI) yang kelak berubah menjadi PT Liga Indonesia.
Dua pilar tersebut, standarisasi klub dan pengelola kompetisi yang profesional, menjadi syarat dari AFC-FIFA bagi semua federasi sepakbola di dunia untuk bisa mengikuti liga champions, baik di level konfederasi maupun kejuaraan antarklub dunia.
Dia mengimpikan sepakbola Indonesia ke papan atas Asia dan berdaya saing di level dunia. Cita-cita besar itu ia rumuskan dalam Visi PSSI 2020.
Kemudian guna mengakselerasi pelaksanaan Visi PSSI 2020, Nurdin Halid merubah anggaran Dasar/Rumah Tangga PSSI menjadi Pedoman Dasar PSSI yang kemudian menjadi embrio dari Statuta PSSI sesuai FIFA Standard Statute.
Pria kelahiran Watampone, 17 November 1958, ini sudah merintis karir yang cukup panjang di pentas sepakbola Indonesia.
Jauh sebelum aktif di PSSI, lebih dulu Nurdin Halid sudah menjadi bagian dari PSM Makassar pada tahun 1995/96. Ia menjabat sebagai manajer tim.
Rekam Jejak Nurdin Halid di Klub Bola Pelita Jaya
Pada 1994, Pelita Jaya termasuk klub yang memotori penyatuan kompetisi Perserikatan dan Galatama menjadi Liga Indonesia.
Status sebagai juara terakhir Galatama jadi modal Pelita Jaya berkiprah di kasta tertinggi kompetisi tanah air.
Status sebagai tim bermaterikan pemain bintang tetap disandang Pelita Jaya pada musim berikutnya.
Namun, mereka tetap gagal bersinar. Pada musim 1997/1998, Pelita Jaya mencoba memutus rekor minor itu, mereka berhadapan dengan Arseto Solo yang merupakan klub sepakbola milik putra Presiden Soeharto, Sigit Harjojudanto.
Di bawah kendali Nurdin Halid, ketika itu Pelita menjelma jadi tim menakutkan. Materi pemain berkelas di Liga Indonesia saat itu, Maboang Kessack, Carlos de Mello dan Dejan Gluscevic ada dalam tim.
Di sektor pemain lokal, jebolan PSSI Primavera yang dimotori Kurniawan Dwi Yulianto, striker muda terbaik Indonesia turut bergabung.
Tapi sangat disayangkan, kompetisi harus terhenti di tengah jalan karena kondisi politik dan ekonomi Indonesia tidak kondusif.
Penampilan Pelita Jaya yang tengah menanjak dengan Kurniawan menjadi top scorer sementara gagal berujung gelar.
“Waktu pertandingan berjalan dengan baik dan fair play selama babak pertama tapi begitu wasit membunyikan sempritan tanda babak pertama selesai tiba-tiba segerombolan massa dari luar menyerbu masuk stadium terjadilah kerusuhan yang tidak bisa dikendalikan,” tulis Nurdin Halid lewat pesan diterima klikkiri.co, Minggu, 21 Mei 2023.
Lanjut Nurdin Halid, saat itu tembakan di mana-mana sehingga pertandingan babak kedua tidak dilanjutkan. Hal itu menjadi pertanda jatuhnya rezim orde baru (Orba) Presiden Soeharto menuju reformasi Indonesia.
“Setelah redah, dari tengah lapangan saya telpon ketum PSSI Pak Azwar Anas untuk menghentikan liga dan itulah awalnya liga dihentikan dan reformasi terjadi,” ungkapnya. (*)