Pemerintah Kabupaten Bulukumba melalui Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBPPPA), menggelar sosialisasi pencegahan Kekerasan Terhadap Anak (KTA).
Sosialisasi dirangkai dengan pelatihan Konvensi Hak Anak (KHA) pada Satuan Pendidikan Ramah Anak (SRA), Puskesmas Ramah Anak (PRAP) dan Mesjid Ramah Anak (MRA) di lantai dua Rumah Makan Sulawesi, Selasa, 2 Agustus 2022.
Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak DPPKBPPPA Bulukumba, Irmayanti Asnawi melaporkan bahwa sosialisasi dan pelatihan dilaksanakan selama 3 hari, dimulai Selasa 2 Agustus hingga Kamis 4 Agustus 2022.
Ia menjelaskan bahwa total peserta berjumlah 120 orang, yang setiap kegiatan masing-masing dibagi 40 orang, terdiri dari para perwakilan Kepala Sekolah SMAN, SMPN, SD, TK, Penyuluh Pengelola Mesjid dan Tenaga Kesehatan.
“Narasumber kita dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Kesehatan, Kementerian Agama Bulukumba serta fasilitator nasional Konfensi Hak Anak,” katanya.
Ia berharap sosialisasi ini dapat membantu pemahaman para peserta mengenai perlindungan anak dan pilot ramah anak di Kabupaten Bulukumba.
Selain itu, sosialisasi diharap dapat membantu draft rancangan aksi bersama untuk mewujudkan Satuan Pendidikan Ramah Anak, Mesjid Ramah Anak dan Puskesmas Ramah Anak.
Kemudian, kata Irmayanti, dengan kegiatan ini diharapkan indikator Kabupaten/Kota layak anak dapat dipenuhi dengan menumbuhkan komitmen bersama untuk menciptakan SRA, MRA dan PRA.
“Sehingga dapat tercipta masa depan bangsa yang lebih berintegritas, berkualitas dan berakhlakul karimah,” terangnya.
Sementara itu, Kepala DPPKBPPPA Bulukumba dr Wahyuni dalam sambutannya mengatakan bahwa pemerintah berkomitmen untuk melindungi dan memenuhi hak-hak anak dan diatur oleh Undang-undang.
“Selain di rumah, kita juga harus melindungi dan memenuhi hak-hak anak di sekolah, sehingga kita menghadirkan para kepala sekolah dan guru pada sosialisasi ini,” ujarnya.
Menurutnya kekerasan terhadap anak bukan hanya terjadi secara fisik, tapi juga terjadi secara psikis seperti adanya gangguan psikologi akibat konflik rumah tangga, maupun anak yang dinikahkan secara dini.
“Kalau ada konflik dalam rumah tangga, siapa yang berdampak? Pasti ke anak,” katanya.
“Jangan sampai terjadi gangguan psikolog pada anak, karena akan berpengaruh pada kecerdasannya. Itu bisa lebih sakit daripada sakit secara fisik,” tambah Wahyuni.
Berdasarkan hasil penelitian, kata mantan Kadis Kesehatan tersebut, reproduksi juga jadi perhatian yang nantinya akan melahirkan generasi berkualitas.
“Kita investasi bagaimana membangun manusianya. Penduduk, 30 persen didominasi anak. Harus dimulai sekarang dalam menciptakan generasi berkualitas,” jelas Wahyuni.