Masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Perindu Keadilan (Ampera) melakukan unjuk rasa di depan Polres Bantaeng, Selasa (2/8). Massa aksi mempertanyakan penanganan kasus tanah.
Sebelumnya, terdapat laporan di Mapolres Bantaeng terkait penyerobotan tanah dan pemalsuan surat otentik, pada 15 Maret 2022 dan 19 Januari 2022, lalu. Mereka ini, meminta agar polisi segera menyelesaikan laporan yang diklaim merugikan warga.
Dalam unjuk rasa tersebut, massa ditemui langsung Kasat Reskrim Polres Bantaeng, AKP Rudi. Di hadapan massa, Rudi mengaku kedua laporan itu sudah ditangani sesuai standar operasional prosedur (SOP) yang ada.
“Kami sudah gelar perkara, terkait laporan tersebut kami hentikan penyelidikannya,” kata Rudy kepada massa aksi.
Penghentian penyelidikan kedua laporan tersebut karena polisi tidak menemukan bukti cukup kuat. Apalagi terkait pemalsuan surat otentik, Tim Inafis Polda Sulsel juga tidak menemukan adanya indikasi pemalsuan sesuai yang dilaporkan.
“Kasus ini bisa dilanjutkan kembali apabila ditemukan bukti baru,” tandasnya.
Terpisah, pengamat hukum Dr. Muh Hasrul mengakui bahwa langkah yang dilakukan oleh penyidik tindak pidana umum Polres Bantaeng telah benar. Perkara pemalsuan surat dan penyerobotan tanah layak untuk ditutup, apabila tidak cukup kuat bukti.
Alasannya, kata dia, mengacu pada hasil penyelidikan Polres Bantaeng dan telah melakukan segala prosedur yang ada, serta mengumpulkan segala alat bukti termasuk melakukan gelar perkara, yang hasilnya tak ditemukan indikasi pemalsuan surat.
Alasan lain yang menguatkan, dikarenakan cap jempol yang ada dalam surat tersebut identic dengan pembanding.
“Tentunya dengan tidak cukup bukti, karenanya demi hukum perkara tersebut harus ditutup,” tegasnya. (Lodi)