Tokoh senior Partai Golkar Sulawesi Selatan yang juga mantan Anggota DPRD Provinsi Sulsel Drs H A Iskandar Zulkarnaen Lathief, ikut menyoroti kisruh di DPD Partai Golkar Sulsel, yang masih berkepanjangan hingga saat ini.
Diakuinya bahwa saat ini tokoh-tokoh Golkar senior yang telah ikut membangun Golkar sejak lama di Sulsel memang dilanda kegelisahan, akibat ketidakprofesionalan pengelolaan atau manajemen partai Golkar di Sulsel.
“Para tokoh senior Golkar di Sulsel khawatir Golkar di Sulsel bakal terpuruk di Pemilu 2024. Bayangkan saja, saat ini sudah pertengahan tahun 2022, masa belum pernah dilakukan rapat pleno partai di tingkat DPD Provinsi, bagaimana kita bisa melakukan konsolidasi partai dengan baik,” ujar Iskandar yang akrab disapa Icul itu, Kamis (14/7/2022).
Iskandar yang kini merupakan salah satu wakil ketua DPD Partai Golkar Sulsel berharap Ketua Umum DPP Airlangga Hartarto betul-betul memperhatikan hal ini, agar Sulsel tetap bisa menjadi lumbung suara bagi Golkar di Pemilu 2024.
“Jangan sampai kita nanti menyesali diri gagal raih suara di Sulsel. Setidaknya saya berharap, Pak Airlangga bisa menegur dan membangunkan Ketua DPD I Golkar Sulsel Taufan Pawe (TP), bahwa dia sekarang sedang memimpin partai besar di Provinsi Sulsel, bukan di Parepare,” ujarnya.
Untuk diketahui, TP saat ini adalah Wali Kota Parepare. Saat ini dia duduk di periode kedua jabatan Wali Kota Parepare.
Saat ini, terkesan TP belum menyadari diri, bahwa dia adalah seorang pemimpin partai yang besar di tingkat Provinsi Sulsel. Bukan hanya pemimpin di Parepare.
“Sebagai pemimpin partai, TP juga harus mampu memerankan dirinya sebagai Dirigen atau konduktor sebuah tim orkestra. TP, harus mampu memanage sekumpulan suara musik yang ada supaya bisa jadi harmoni. Jangan hanya pintar main gitar, tapi dia tidak mau dengar alat musik lain,” katanya.
Iskandar melihat TP tidak punya kemampuan untuk itu, tidak pede. Maka harus dibangunkan.
“Pare-Pare itu jumlah pemilihnya 200 ribu saja. Sedangkan di tingkat provinsi warganya jutaan orang, dengan beragam suku, agama profesi dan sebagainya. Sebagai wali kota, dia mungkin bisa saja main pecat yang dia tidak suka, tapi di partai tidak boleh begitu,” ujar Iskandar.
Ditegaskan juga, manajer itu bukan komandan. Sedangkan TP, menurutnya, kelihatan belum siap sebagai pemimpin partai.
“Dia masih kelihatan, memandang seseorang, berdasarkan unsur suka dan tidak suka. Sebagai dirigen atau manajer, dia harus mengetahui semua potensi-potensi menjadi harmoni, bisa membesarkan partai. Jangan hanya memikirkan dirinya sendiri dulu,” tutur Iskandar yang juga pernah menjadi Plt. Ketua DPD Partai Golkar di Kabupaten Sinjai.
Ditandaskannya, dirinya mengkritisi hal ini, bukan karena membenci atau tidak suka dengan TP pribadi, tapi demi kebesaran Partai Golkar.
Iskandar menilai TP tidak mampu menjadi dirigen yang baik
TP, kata Iskandar, terobsesi ingin menjadi calon gubernur, sehingga orang-orang yang dianggap menghambat jalannya langsung dipotong.
“Padahal seharusnya, saat ini dia sebagai ketua harus berjuang dulu, agar kursi pileg di Pemilu 2022 naik,” ujarnya.
Selanjutnya, kata Iskandar, TP harus mampu membedakan bahwa sekarang dia sedang memimpin partai politik, bukan sekumpulan relawan TP.
“Barisan relawan tidak ada aturan atau konstitusi yang baku. Di partai, jika ada yang berbeda pendapat dengan anda penyelesaiannya di forum resmi. Bikin rapat pleno. Jangan anda rapat dengan orang-orang yang sepaham dengan anda saja. Tidak boleh begitu. Kalau sekumpulan relawan TP silahkan mengurus sendiri menjadi gubernur atau presiden,” katanya.
Jika TP mengelola partai seperti ini terus, tanpa ada teguran atau koreksi dari DPP, Iskandar tidak yakin Golkar bisa mempertahankan, 13 kursi DPRD Prov dari 11 Dapil.
Seharusnya, ujar Iskandar mengingatkan, TP sebagai pimpinan mendahulukan kepentingan partai, bagaimana mendayagunakan semua potensi yang ada untuk membesarkan partai, termasuk para senior partai yang sekarang coba disingkirkan TP.
“Apalagi mereka pernah membuktikan kapasitas yang mereka miliki. Itu semua harus dirangkul untuk membesarkan Partai Golkar di Sulsel,” imbuhnya.
Dia menegaskan, Partai Golkar di Sulawesi Selatan dalam keadaan sakit. Buktinya sudah 3 pemilu perolehan suara di DPRD Provinsi sejak Reformasi turun terus. Anggota Fraksi Golkar di DPRD Sulsel dari 75 anggota pada awal reformasi turun terus menjadi 13 anggota.
Maka, jelasnya, untuk menyelesaikan masalah Partai Golkar di semua daerah kuncinya berada di pengurus pusat. “Jadi tergantung para pimpinan di Jakarta. Jangan sampai selesai pemilu menyalahkan sana sini,” ujar Iskandar.
Dia mengingatkan, kalau ada masalah sekecil apapun DPP harus melirik, turunkan tim yang netral untuk mencari tahu. Karena menurutnya masalah di DPD Partai Golkar Sulsel sudah berbulan-bulan ada suara sumbang. “Periksa apakah karena unsur tidak suka dengan Taufan Pawe atau memang kondisi riil-nya tidak kondusif,” katanya.
Yang terjadi saat ini, tambahnya, rapat pleno phisik saja tidak pernah dijalankan. Sehingga sangat susah kita terima sebuah organisasi politik terbesar di Sulawesi Selatan, 2 tahun setelah Musda belum pernah pleno.
Dia mengingatkan TP, Anda sekarang memimpin organisasi partai politik yang banyak warnanya. Ada yang sepaham ada yang tidak.
“Semua masalah bisa diselesaikan dengan dihampar di atas meja. Anda sebagai pimpinan disitu, bukan di bawah meja, bos,” tegas mantan anggota DPRD Provinsi Sulsel itu.
Menurutnya, kader itu mahal, tidak boleh semena-mena dalam memimpin.
“Contoh yang saya alami ketika menjadi Plt. Ketua DPD II Partai Golkar Kabupaten Sinjai, TP selalu mau kebulatan tekad sebelum Musda dimulai. Sebetulnya tidak bisa. Itu gaya Orde Baru. Tidak bisa main pecat orang,” tandasnya.
Iskandar menyatakan, bagaimana mau bicara pilkada kalau kursi di kabupaten dan provinsi jeblok. Harusnya, kata dia, ada skala prioritas. Kader-kader yang mau silahkan bermimpi, tapi jangan dianggap dia sedang memimpin kumpulan relawan TP.
“Di partai politik tidak boleh, mereka punya hak yang sama dengan hak kita. Silahkan anda bermimpi tapi jangan anda merusak tujuan utama partai. Mimpinya sangat mengganggu performanya. Jangan jadi ketua partai, bikin relawan saja,” katanya.
Iskandar menegaskan, tidak melarang orang untuk bermimpi, tapi jangan merusak semuanya.
Iskandar menyarankan, TP harus mengajak semua potensi yang ada duduk sebuah forum resmi untuk meletakkan semua masalah, semua dibuka di atas meja kita bicarakan. “Anda sebagai pimpinan ambil keputusan di atas meja bukan di bawah meja,” tegas Ketua KNPI SulSel di tahun 90 an itu.
Untuk itu, sambungnya, perlu dibuat kesepakatan di atas meja dengan mengundang semua komponen lewat rapat pleno. Misalnya, masalah caleg, karena banyak kader-kader Golkar yang masih punya keinginan jadi caleg.
“Tapi jangan lupa tidak semua pengurus Golkar mau jadi caleg, di kampung-kampung mereka senang saja berpartai tidak perlu menjadi apapun,” ujarnya.
(Np/Rizal)